Tuesday, May 20, 2014

AKHIRNYA kita tiba di AWAL

"Akhirnya Kita Tiba di Awal"
Sebuah Retorika Musikal Kehidupan

"In the end I wanna be standing
At the beginning with you .."

Seiring memudarnya "ending" lagu "At The Beginning with You" (Richard Marx & Donna Lewis, OST Disney's "Anastasia"), akhirnya mengkristal pula buah permenungan sekian bulan terakhir, dan "yes!" akhirnya Saya kembali menulis!

Pikiran Saya mengambil jalur kenangan dan tiba pada masa belasan tahun usia Saya dahulu.  Kala itu kami lebih hebat dari Diana Ross saat menyanyikan "When You Tell Me That You Love Me", wah.. Lebih hebat? Padahal basis kami, Om Budi baru saja terkagum2 akan progresi melodinya :), well, sebetulnya maksud Saya adalah liriknya.  Ya, kami lebih hebat dari superhero manapun, karena kami memiliki keyakinan se-level penulis ceritanya, apa yg kami impikan bisa langsung terjadi. Tentu itu juga gumaman dalam mimpi, tapi tetap saja terasa hebat :)

Kala itu Saya (dan banyak pembaca lain yg bola mata nya sebentar2 serong k atas tanda mengakses memori) merasa kamilah yg akan mengubah dunia. Cara pandang kami dimulai dgn selera.  Kami tidak menyukai apapun yg sudah ada, apalagi sudah mapan.  Pakaian, harus beda (padahal ikut2an teman juga sih), apalagi kalau mirip dgn model ortu, mimpi buruk! :D

Kami sangat kesal kalau dikata2i oleh para tetua sebagai org2 yg labil & mudah dipengaruhi, kami ngomel2 sambil nonton Beverly Hills 90210 yg sesekali memunculkan tipikal adegan yg terpotong sensor, tahu salah tapi tdk tahu kenapa tetap kecantol, tapi tetap tdk mau dibilang  terpengaruh.

Musik? Kami penggila apa yg kini berevolusi menjadi boyband, sebagian kami jadi fasih mandarin lantaran getol dgn lagu2 yg sebagian adalah OST film2 racikan sineas Taiwan (dan kemudian .. Sangat lama kemudian .. Juga Korea)

Kami generasi pop, kami ada d ujung kursi nonton kami saat Celine Dion & Mariah Carey mulai terkenal, saat Julio Iglesias meluncurkan recycled song king of Rock n Roll, Elvis, "Can't Help Falling in Love" & saat David Foster sukses besar dgn digital mixing nya menggabungkan vokal Natalie Cole & alm. Ayahnya, Nat King Cole dalam "Unforgettable". 

Sebagian kami juga generasi rock alternatif, punk, trash... Trance? Ibiza? Electro? Bublle Gum Pop? Ah, ga ngerti, sambil sibuk kutak kutik kalkulator atau pontang panting ganti popok si junior, lho, koq jd spt ortu kita ya? Haha. Gejala penuaan, mulai sulit mengikuti apalagi apresiasi artform baru :)

Teringat saat itu "berbeda" adalah kata yg mendefinisikan diri kami. Jika perlu kami akan bernyanyi, memetik gitar, memainkan instrumen kesayangan kami dgn baret & potongan rambut Che Guevara.

Musik apapun yg kami gemari, instrumen apapun yg kami pelajari & mainkan, semua disemangati dgn pemikiran bahwa kami bermain menuju dunia yg lebih baik, di mana semua orang bisa eksis & memiliki tempat, lirik & bahasa yg bersahabat, mudah & sederhana. Penampilan sederhana & mudah dicerna, jarang sekali berdurasi lebih dari 5 menit.  Tidak seperti banyak simfoni klasik "kolot", rumit, kurang bersahabat, dan terlalu eksklusif.

Seiring weekends, bulan, dan tahun berlalu, kami tetap menolak opini bahwa kami sudah mulai menua.  Di balik meja eksekutif & gadget premium, kami menyimpan MP3/AAC audio terbaik kami.  Kami masih terdiam dan tanpa sadar tersenyum saat pemusik / penyanyi freelance memberikan penampilan di atas rata2 di food court pusat belanja favorit. Diam2 kami masih mencuri waktu utk berkaraoke saat makan bersama dgn rekan & kerabat, datang ke java jazz / penampilan live lainnya, ikut dlm kumpul2 nyanyi spontan ataupun choir yg teratur latihan di jumat malam.

Kami tetap berpegang pada idealisme musikal kami, namun kini kami terkejut dibuatnya..

Usia yg kini bertambah 20-an tahun membuat kami tdk mampu lg mendengar apalagi mencerna dentuman synthetic bass yg dinikmati adik2 dan keponakan kami.  Yg kami dengar hanya sengatan bising 50 sd 200Hz yg memusingkan kepala.  Beberapa dari kami masih cukup peka mengenali pergeseran nada, masih mampu mendengar 3 sd 4 peralihan di antara "fa" sampai "fis", kami tetap perfeksionis dan makin stress dibuatnya.

Betapa sedikitnya mereka yg bersuara emas bebas fals, bahkan kami pun tdk termasuk bilangan manusia setengah dewa tersebut.  Belum lagi improvisasi vokal yg sama sekali tak mampu kami tiru apalagi membuat yg baru.

Mendadak musik "pembebasan" populer / selera sejuta umat / "pop" menjadi begitu classy dan jauh tak tergapai.  Mereka yg dapat benar2 mendapat podium utk bernyanyi adalah mereka yg sangat terpilih.
Partitur instrumen nya pun tak kalah rumit nya dgn notasi klasik, terlebih karena pengaruh "dark cousin" nya, "jazz", Anda harus "berimprovisasi".

Tiba-tiba di ujung rute, di akhir perjalanan, yg kita temui sungguh berbeda dgn bayangan kita di awal.  Kita sungguh tiba menjelang akhir perjalanan namun yg nampak terbuka adalah gerbang yg dulu kita tinggalkan.

Kita kembali ke paduan suara gereja kita, di mana kita - tak peduli kemampuan improvisasi - cukup mengikuti arahan guru musik di sekolah dasar dulu, "mulut bentuk huruf O, pastikan tiga jari masuk di antara gigi" dan "voila!!" Anda sudah jadi seorang penyanyi.  Di sini semua penyanyi tdk menonjolkan suara "pop" nya, tapi bersuara persis seperti yg lainnya, totally human woodwinds.

Kita kembali kepada ensemble dgn seorang conductor / dirigen (ya, itu nama pekerjaan, bukan komponen elektro), teknik komando purbakala yg terbukti efektif bahkan sebelum org mengenal bahwa kecepatan cahaya itu sekitar 300.000km/detik yg artinya dlm jarak radius 1km dari dirigen penyanyi & pemusik akan bermain dgn kekompakan hampir sempurna.  Inilah hak bersuara. Kian lama, dunia "aneh" yg disalah artikan dgn rumah makan italia (karena berbagai istilah seperti "lagissimo, decresendo, ritardando, fortissimo, mirip nama pasta:D) semakin terdengar sebagai true democracy, a lost advanced civilization.

Tidak demikian halnya dgn bernyanyi mengadalkan telinga dimana rambatan bunyi diudara akan menyebabkan bunyi terlambat hampir 3 detik pada jarak yg sama.  Musik keren tanpa dirigen kolot tiba2 lebih mirip "chaos" daripada "pencerahan" atau butuh biaya utk delay-managing speaker, lagi2 menjadikannya expensive & classy, jadi mana yg sebenarnya pantas disebut musik klasik?  Musik2 tua, atau yg kini kita sebut modern?  Yg bisa berkiprah terbatas, yg bs jadi bintang terbatas, dan masih banyak ironi lain yg bs membangunkan Che dari kuburnya.

Tulisan berantakan ini akhirnya tiba ke perenungan bahwa kehidupan kita mirip sekali dgn perjalanan musik.  Kita ingin membuat perubahan, namun kita sering tergesa2 dan memutuskan banyak hal bukan dgn pemahaman tapi dgn ketidaktahuan & prasangka buruk.  Hasilnya? Waktu terbuang, akhirnya dgn tidak puas kita kembali mengetuk pintu2 kelas yg lama kita tinggalkan.

But.. Better late than never.  "Awareness" ini sendiri menandakan bahwa kita semua punya idealisme, dan dalam bahasan ini, I think idealism is a wonderful thing.  Warren Buffet pernah mengatakan, "Tiap orang memiliki Intelegensi, Kemauan, dan Integritas. Jika Anda tdk menemukan Integritas dlm diri seseorang, jangan repot2 memperhatikan yg lainnya." .. dan "Integritas adalah kemampuan seseorang berpegang pada Idealisme nya, entah itu spiritual, moral, estetika, dll)

"In the end I wanna be standing
At the beginning with you .."

Di penghujung jalan, "you" yg dimaksud kiranya adalah semangat, idealisme, integritas, dan kerendahan hati kita.  Dengan "sobat" itu kiranya Beliau yg menulis kisah semua ciptaan menuntun kita selamat tiba di akhir pencarian.

Jadi tetaplah kenakan baret Anda dan teruslah belajar.

"Stay Hungry, Stay Foolish." - Steve Jobs*

FKZ